DestiansiaNews - Kata itu terucap Donny Wiratakusumah, dalam suatu bincangan spontan tentang peringatan Bandung Lautan Api di Zie Cafe Jalan Van Deventer 14 Bandung, Sabtu malam 23 April lalu. Donny yang juga Wakil Ketua DPD KNPI Jabar Bidang Olahraga segera mengontak beberapa sejawatnya untuk menyikapi kondisi tersebut dengan mengadakan touring menyambangi lokasi stilasi dan monumen perjuangan yang ada di Kota Bandung.
Tidak menunggu lama, “Besok kita laksanakan,” tegasnya. “Siapa saja yang bisa ikut. Kita sebut saja “Ngabuburide KNPI Jabar Touring, mengunjungi destinasi wisata sejarah di Kota Bandung,” lanjut dia. Dari bincangan tersebut tercatat juga informasi bahwa kondisi beberapa stilasi dan monumen juang di kota Bandung memang memprihatinkan. Beberapa di antaranya malah dalam kondisi rusak karena vandalisme, atau warga kota memang kurang paham peran stilasi sebagai penanda persitiwa bersejarah dalam rentetan pertempuran Palagan Bandung yang mengakibatkan peristiwa Bandung Lautan Api (23/24 Maret 1946).
Stilasi tersebut berupa tugu berukuran tinggi sekira 1 meter, berbentuk segitiga memanjang. Di puncaknya terdapat ornamen bunga patrakomala sebagai bunga khas Kota Bandung. Di bagian sisinya terdapat tulisan dan peta yang menggambarkan peristiwa bersejarah di lokasi tersebut. Di Kota Bandung tercatat ada 10 stilasi di 10 titik lokasi bersejarah yang dibangun sebagai wujud penghormatan terhadap perjuangan para pemuda dan warga Bandung yang berperan dalam Palagan Bandung.
Selain itu dibangun pula monumen Bandung Lautan Api di Lapangan Tegallega dan monumen lainnya seperti monumen pertempuran di Cikawao dan Pertempuran di Fokkerweg (Jalan Garuda yang kini bernama Jalan Nurtanio). Menurut catatan sejarah, Pertempuran di Fokkerweg ini merupakan klimaks Palagan Bandung yang berlangsung sengit. Battle of Fokkerweg itulah yang menimbulkan keputusasaan tentara sekutu sehingga menjalankan politik diplomasi. Dampaknya mengakibatkan tentara (Siliwangi) beserta para pejuang harus meninggalkan Kota Bandung sejauh 10 kilometer ke selatan.
Saat meninggalkan Bandung itulah ada instruksi untuk membungihanguskan beberapa infrastruktur agar tidak bisa digunakan oleh pihak sekutu yang didompleng Belanda. Dan di berbagai sudut Bandung pun terjadi kebakaran hebat yang benderang merahnya bisa dilihat dari Manggahang, Dayeuhkolot. “Dari rangkaian peristiwa tersebut kami juga berkeinginan terwarisi jiwa dan semangat para pemuda pejuang Bandung sesuai dengan istilah Jasmerah itu,” kata Donny.
Rupanya niatan Donny dan kawan-kawannya di perbincangan itu bersambut. Pada keesokan harinya, Minggu 24 April lalu hadir di titik kumpul di Zie Cafe 12 anggota KNPI yang ingin mengikuti ngabuburide tersebut. Meski Bandung saat itu diguyur hujan, tapi tidak menjadi hambatan yang berarti. Perjalanan beberapa sepeda motor mereka pun menyusur “jalan tikus” untuk menghindari lalulintas Kota Bandung yang sedang padat.
Persinggahan pertama mereka di Monumen Pertempuran yang treletak di Jalan Cikawao. Di lokasi trsebut pada tanggal 2 Desember 1945 terjadi pertempuran para pemuda Hizbullah dengan militer sekutu yang kala itu akan membebaskan bangsa Eropa di kamp menjadi tawanan Jepang sekitar Lengkong Dalam. Tak jauh dari monumen itu terdapat pula stilasi di Jalan Lengkong Tengah dan Jembatan Baru.
Mereka menyinggahi pula stilasi yang berlokasi di Jalan Kautamaan Istri, depan SD Dewi Sartika. Stilasi di lokasi tersebut dipandang masih utuh dengan ornamen bunga patrakomalanya. Stilasi yang di depan SD Dewi Sartika itu mengingatkan warga Bandung bahwa di sekolah situlah siasat Bandung Lautan Api direncanakan. Tidak seperti stilasi yang terdapat di Taman Braga. Selain amat jarang dipandang warga karena letaknya terjepit ATM di sudut taman, ornamen bunganya pun hilang entah diapakan. Bahkan nampak dikotori bagaikan sebuah asbak. Nsibnya pun terbelakangi sesiapa yang hanya berswafoto di taman itu.
Yang menarik adalah persinggahan di sebuah tiang listrik yang terletak di Jalan Kelenteng. Di sekitar itu terdapat pula tiang listrik lainnya yang masih nampak meninggalkan lubang-lubang bekas terkena tembakan liar dalam peristiwa Pertempuran Waringin 22 Januari 1946.
Di lokasi itu rombongan touring melakukan hening cipta dan bedoa untuk para pemuda pejuang yang gugur dalam pertempuran tersebut. “Sepertinya warga Kota Bandung masih banyak yang tidak mengetahui bahwa di lokasi ini pernah terjadi peristiwa pertempuran sengit,” tutur Donny. “Dan kita juga harus menjaga keberadaan tiang listrik ini sebagai saksi bisu peristiwa pertempuran di sekitar Waringin,”lanjutnya.
Touring yang terkesan sidak itu berakhir di monumen Pertempuran di Fokkerweg (sekarang Jl. Nurtanio) yang berlokasi di pertigaan Jalan Nurtanio dan Jalan Jendral Sudirman. Di lokasi itulah terjadinya klimaks dari rangkain pertempuran Palagan bandung. Pertempurannya berlangsung selama tiga hari tiga malam (20-23 Maret 1946) sehingga membuat tentara sekutu putus asa dan memanfaatkan cara diplomasi. Namun monumennya terletak di posisi yang sulit dilihat karena terhalang pagar kantor perwakilan Kementerian Agama. Bahkan ada juga yang menduga bahwa monumen itu merupakan bagian dari eksterior kantor tersebut. “Memprihatinkan ya,” Donny memungkas bincangan dengan keluh. dtn/@adiraksa.-