DestinasiaNews - Istilahnya sudah digaya-gaya ala “kekinian” di jaman itu. Namun sesungguhnya inilah “gaya gaul” para remaja di era orde lama di tahun 1960-70an, di kala tak satu pun remaja mengenal istilah hangout untuk di luar jam kampus atau sekolah. Rujak Party!
Rujak Party serupa kumpul-kumpul teman sekelas atau sekampus di hari libur atau sepulang jam sekolah. Mereka cukup menentukan tempat di rumah salah seorang di antaranya. Kumpul-kumpulnya pun tidak melulu perlu ruang di dalam rumah, ada kalanya hanya beralas tikar yang digelar di rumput halaman.
Tidak ada acara khusus tapi dalam pertemuan itu penuh dengan canda, cerita atau sambil bermain ludo, remi. Paling elit main Monopoly. Yang unik, tidak jarang di antara mereka saling memanggil dengan nama ayahnya masing-masing.
Kalau pun ada hidangan bukan berupa makanan berat, tapi yang mengesankan adalah “rujak cowél.” Rujak tersebut berupa buah-buahan aneka macam yang dibawa oleh beberapa orang dengan sukarela. Bumbunya spontan dibuat tuan rumah dengan menggunakan mutu dan cowét (ulekan) dari batu.
Selama party seolah tak henti dari cekikik dan gelak tawa. Betapa tidak? Semua obrolan berlangsung dalam suasana hot, karena di mulut masih terasa pedasnya bumbu rujak yang levelnya kadang tidak terkendali. Namun semua bersuka ria, melepas lelah dan ketegangan karena nilai ulangan atau “tentamen” yang jongklok.
Para remaja jaman orla itu kini sudah menjadi emak-emak atau bahkan sudah bercucu, tapi masih punya keinginan mereka-ulang cara gathering bersamateman sebaya dengan cara “hot party” seperti dulu. Bagi mereka yang ingin reuni Rujak Party kini semakin mudah dengan adanya bumbu rujak instan sehingga tidak perlu lagi berpeluh mengulek bumbu atau mengubek pasar untuk membeli buah-buahan. Sekarang semuanya bisa dibeli secara daring, tinggal klik . Bukan untuk dikonsumsi sendiri saja, tapi juga bisa untuk dijual kembali. dtn/ar.