DestinasiaNews - Perempuan kelahiran Bandung 1977 ini memang sebelumnya dikenal sebagai “diva” seni tari kontemporer yang piawai. Tiba-tiba saja tersebar kabar adanya pameran (lukisan) tunggal di Galeri Pusat Kebudayaan (GPK) Jl. Naripan9, Bandung yang dijuduli “Kumau Diriku:”. Dan di bawah judul itu tertera “Gerak Garis Lena Guslina.” Iya, dialah perempuan penari kontemporer itu!
Di kalangan para seniman, utamanya perupa, kabar ini merupakan kejutan karena Lena tidak dikenal sebagai pelukis. Dan Lena pun mengaku tidak pernah mengikuti pendidikan seni rupa secara formal.
Lulusan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI, sekarang ISBI) ini pernah memarakkan Taman di Kota Bandung di tahun 2016-2017 dengan membuka ruang publik sebagai sarana ekspresi dan eksplorasi. Bersama kelompoknya Legus Studio dia menginisiasi program “Dialektika Tubuh 10 Taman Kota.” Boleh jadi di kurun waktu itulah publik mulai akrab dengan Lena Guslina sebagai penari kontemporer, yang mengawali karirnya di tahun 2000. Interaksi ketubuhannya dengan taman, hutan dan alam melahirkan karya-karya koreografinya seperti Desah Rimba yang digelar di pelataran Gunung Manglayang; Jejak Rimba di Hutan Kota Bandung dan juga Elegi Bumi di Taman Hutan Juanda tahun 2020.
Di masa pandemi 2020-2022 Lena mencoba mengurai gerak ketubuhannya lalu menggagas kanvas sebagai media ekspresinya.
“Syukurlah,” tutur Lena. “ Saya diperkenankan untuk menggunakan satu ruangan di rumah ibu saya.” Di ruang itulah Lena mulai menjajal alih ekspresi gerak tubuhnya ke kanvas dan warna-warna akrilik. Tehnik seni lukis awalnya dia kenali serba sedikit selagi jadi model lukisan Jeihan. “Tapi saya tidak bisa melukis sesuatu yang diawali dengan sketsa,” lanjutnya. Rupanya Lena langsung saja mengekspresikan emosi. Tidak ada distorsi bentuk layaknya perupa ekspresionis, namun di kanvasnya penuh corak garis ekspresif, emosif yang dituang dengan cipratan akrilik aneka warna.
Kelembutan hingga gejolak riak gerak ketubuhannya seolah tertampakkan dalam garis-garis cipratan akriliknya, seperti yang tertuang dalam bingkai ekspreionisnya yang dijuduli “Selaksa,” hingga “Erupsi”. Isa Perkasa sebagai kurator di GPK menyebutnya ini adalah olah sukma dan olah rupa dari tariannya. “Lena Guslina bisa juga menari di atas kanvas. Dan karya-karyanya sangat layak menjadi bagain dari interior kekinian,” ungkap Isa.
Lena memamerkan 30 karya ekspresionis yang dihasilkannya sekurun masa-masa pandemi ini di GPK 20 hingga 23 Maret lalu. Pameran tersebut diawali dengan talkshow dengan narasumber Prof. Bambang Sugiharto (Pakar Filsafat Budaya); Dr. FX. Widaryanto (Praktisi Seni,Penulis) dengan host Putu Fajar Aryana (Sastrawan, Jurnalis) dan Ahda Imran (Sastrawan, Esaiis).
Di pembukaan pameran pun Lena tak urung tampil sebagai penari kontemporer dengan musik Dhany Jauharuddin dan Artistik Riky “Oet” Arief Rahman. dtn/@adiraksa.-
Foto: Adiraksa, Ferry Curtis.